BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas meliputi ribuan pulau - pulau kecil maupun besar sehingga negara Indonesia disebut sebagai “Zamrud Khatulistiwa”. Banyaknya kepulauan - kepulauan ini dapat memberikan variasi budaya, adat-istiadat, bahasa pada setiap daerah atau kepulauan yang ada di negara Indonesia. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang merupakan sebagai bahasa nasional, sehingga negara Indonesia menjadi negara kesatuan.
Begitupun dengan bervariasinya budaya, sumber daya alam yang ada pada negara Indonesia pun bervariasi yang dapat dimanfaatkan sebagai pusat atau sumber energi. Sumber energi yang untuk memenuhi segala kebutuhan pasar global (untuk kebutuhan negara lain (eksport) maupun kebutuhan lokal atau dalam negeri). Kepulauan-kepulauan di Indonesia sendiri banyak mengandung sumber daya alam (SDA) yang meliputi gas, minyak bumi, logam, batubara, dan lain-lain.
Sumber daya alam ini dapat bersifat menguntungkan dan merugikan. Jika sumber daya alam ini disalahgunakan, maka sumber daya alam akan berakibat fatal dan merugikan segala pihak, dan sebaliknya. Dan ini terjadi pada bencana Lumpur Lapindo Brantas Sidoarjo-Jawa Timur. Sumber daya alam (minyak bumi dan gas) yang terjadi pada kasus lumpur Lapindo Brantas Sidoarjo ini bersifat merugikan yang dikarenakan adanya kesalahan prosedur saat pengeboran gas dan minyak bumi. Lumpur Lapindo ini dapat mengakibatkan pengaruh yang berakibat fatal pada lingkungan dan masyarakat sekitar. Dampak terjadinya lumpur Lapindo Brantas Sidoarjo-Jawa Timur ini mengakibatkan segala aktivitas – aktivitas baik industri, pabrik, fasilitas-fasilitas umum dan sosial, dan lain-lain pada daerah lingkupan lumpur lapindo tersendat atau terhenti.
Dalam hal ini pemerintah tidak dapat bertindak kecuali melakukan suatu tinjauan untuk dapat memberikan intruksi atau perintah kepada pihak yang bertanggung jawab agar lumpur lapindo brantas dapat diberhentikan. Jaminan atau janji pemerintah dan pihak penanggung jawab dengan korban lumpur lapindo mengenai ganti rugi dimana lahan yang telah terlewati dengan lumpur lapindo brantas masih kurang memadai dalam segi kesejahteraan baik tempat tinggal, tempat ibadah, gedung-gedung, sekolah atau pendidikan, pabrik-pabrik atau fasilitas-fasilitas
umum dan sosial lainnya yang masih belum terlihat mensejahterakan korban lumpur Lapindo Brantas Sidoarjo sampai sekarang.
2. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini saya tujukan untuk mengetahui bagaimana kinerja dan etika yang seharusnya dilakukan oleh PT Lapindo Brantas khususnya Pemerintah terhadap kasus lumpur yang berhubungan dengan kesejahteraan umum bagi korban Lumpur Sidoarjo, Jawa Timur.
Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, maka pada makalah ini ada pembatasan masalah yang ditujukan agar ruang lingkup penguraian mengenai penulisan makalah dapat lebih jelas dan terarah. Batasan masalah dalam makalah ini adalah:
- Kronologis munculnya bencana Lumpur Lapindo
- Mengetahui bagaimana kinerja Pemerintah dalam penanganan kasus bencana yang terjadi di Indonesia,khususnya pada Lumpur Lapindo
- Membahas mengenai kesejahteraan korban bencana Lumpur Lapindo, jika di lihat dalam segi kesejahteran umum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kronologis Munculnya Bencana Lumpur Lapindo
Semburan lumpur panas itu muncul pertama kalinya pada 29 Mei sekitar pukul 05.00. Terjadinya di areal persawahan Desa Siring, Kecamatan Porong. Kabupaten Sidoarjo sekitar 150 meter barat daya sumur Banjar Panji 1 yang dikerjakan oleh Lapindo Brantas Inc.
Pada tanggal 29 Mei 2006 tepatnya pada hari Senin itu, lumpur panas yang bersuhu 70˚C dengan membawa gas dan bau yang menyengat, menyembur di Desa siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Titik sembur yang berjarak sekitar 100 meter dari sumur Banjar Panji-1 milik PT Lapindo Brantas Inc.
Bencana ini disebabkan karena ulah perusahaan pengeboran minyak dan dan gas Lapindo Brantas Inc (LBI). Menurut Syahdun, mekanik PT Tiga Musim Jaya Mas, selaku kontraktor yang melakukan pengeboran mengatakan, semburan gas disebabkan karena pecahnya formasi sumur pengeboran dari kedalaman 9.000 kaki atau 2.743 meter dari perut bumi. Ketika bor akan di angkat untuk mengganti rangkaian, tiba-tiba bor macet dan gas tidak bisa keluar melalui saluran fire pit dan gas menekan ke samping (mencari celah keluar ke permukaan).
Ini diduga karena saat penggalian lubang galian belum disumbat dengan cairan beton sebagai casing. Lubang yang menganga dikarenakan adanya gempa bumi di Yogyakarta yang getarannya dirasakan sampai Sidoarjo, Malang, dan Surabaya. Dalam prosedurnya lubang penggalian pada bagian atas langsung di tutup beton. Namun, penutupan baru bisa dilakukan jika seluruh pekerjaan pengeboran selesai dan minyak mentahnya ditemukan.
2. Tindakan Pemerintah Terhadap Korban Bencana Lumpur Lapindo
Dari kasus Lumpur di Sidoarjo, dapat dilihat bahwa pemerintah belum berhasil memfungsikan hukum sebagai alat desak pertanggungjawaban atas bencana lumpur panas Lapindo Brantas. Memang benar, hukum sudah dan sedang berlangsung dengan menyeret sejumlah nama tersangka. Namun, kelayakan proses hukum itu patut dipertanyakan. Sebenarnya yang lemah adalah kemampuan pemerintah bukanlah hukum. Ini merupakan fenomena pemerintah yang tak berkemauan dan berkemampuan untuk menggunakan hukum sebagai alat
pertanggungjawaban publik dan pemeliharaan kepentingan publik. Pemerintah terlihat tidak dapat mengelola dirinya sendiri untuk bisa memfungsikan pengelolaan bencana secara terpadu, efisien, cepat, sigap, dan efektif.
Beberapa cara yang sudah dilakukan untuk menghentikan semburan lumpur panas lapindo:
- Menghentikan luapan lumpur panas lapindo dengan menggunakan Snubbing Unit. snubbing unit adalah usaha untuk menemukan rangkaian mata bor yang dulunya digunakan untuk mengebor sumur yang sekarang mengeluarkan lumpur panas. Lalu rangkaian mata bor dapat ditemukan pada kedalaman 2991 kaki, dan sudah dicoba untuk memasukkan material-material yang kiranya dapat mendorong rangkaian mata bor ke dasar sumur (9297 kaki) untuk menutup sumur yg mengeluarkan lumpur panas. Namun, cara ini sia-sia saja.Snubbing Unit gagal mendorong mata bor tersebut sampai ke dasar sumur.
- Menghentikan luapan lumpur panas lapindo dengan cara melakukan pengeboran miring (sidetracking) untuk menghindari mata bor yang tertinggal di dalam sumur. Proses pengeboran dilakukan dengan menggunakan Ring milik PT Pertamina (persero).Ternyata cara ini juga belum bisa mengatasi bencana lumpur panas lapindo. Cara ini juga gagal karena telah ditemukan terjadinya kerusakan selubung di beberapa kedalaman antara 1.060-1.500 kaki, serta terjadinya pergerakan lateral di lokasi pemboran BJP-1. Kondisi itu mempersulit pelaksanaan sidetracking. Selain itu muncul gelembung-gelembung gas bumi di lokasi pemboran yang dikhawatirkan membahayakan keselamatan pekerja, ketinggian tanggul di sekitar lokasi pemboran telah lebih dari 15 meter dari permukaan tanah sehingga tidak layak untuk ditinggikan lagi. Karena itu, Lapindo Brantas melaksanakan penutupan secara permanen sumur BJP-1.
- Menghentikan lumpur panas lapindo dengan cara pemadaman lumpur, dengan membuat 3 sumur baru (relief well). Tiga lokasi yang dijadikan : Pertama, sekitar 500 meter barat daya Sumur Banjar Panji-1. Kedua,sekitar 500 meter barat barat laut sumur Banjar Panji 1.Ketiga, sekitar utara timur laut dari Sumur Banjar Panji-1.Sampai saat ini, cara ini masih diusahakan,semoga saja cara ini dapat membuahkan hasi
BAB III
PERMASALAHAN
1. Bencana Lapindo Bencana yang Tak Kunjung Terhentikan
Bencana Lumpur Sidoarjo adalah sebuah kasus yang sangat kompleks, karena mulai dari permasalahan mekanisme pemicunya telah terjadi perdebatan yang sangat sengit, apakah dipicu oleh aktivitas pemboran pada sumur eksplorasi gas Banjar Panji-1, ataukah dipicu pasca gempa bumi Yogyakarta 2 hari sebelumnya.
Bencana lumpur lapindo ini bukan hanya permasalahan teknis belaka, dimana telah berkembang menjadi semakin kompleks karena hubungannya dengan perihal ekonomi dan politik. Lapindo Brantas Inc. yang bertindak sebagai operator eksplorasi gas pada Blok Brantas adalah perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Bakrie Brothers. Aburizal Bakrie yang duduk sebagai Menko Kesra pada Kabinet Indonesia Bersatu di bawah kepemimpinan SBY, adalah figur sentral di Bakrie Brothers. Keberadaan Ical dalam kabinet membuat pemerintah berada dalam posisi yang sulit. Di satu sisi terlihat ingin menolong para korban lumpur lapindo, tetapi di sisi lain terlihat tidak ingin merugikan Lapindo Brantas Inc.
Tragedi Lumpur Lapindo ini menjadi suatu tragedi ketika banjir lumpur panas mulai menggenangi areal persawahan, pemukiman penduduk, dan kawasan industri. Hal ini wajar mengingat volume lumpur yang meluber ke segala arah dengan cepat. Akibatnya, semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
Genangan hingga setinggi 6 meter pada pemukiman, total warga yang dievakuasi lebih dari 8.200 jiwa, tempat tinggal yang rusak sebanyak 1.683 unit, areal pertanian dan perkebunan rusak hingga lebih dari 200 ha, lebih dari 15 pabrik yang tergenang menghentikan aktivitas produksi dan pabrik-pabrik atau industri-industri merumahkan lebih dari 1.873 orang, tidak berfungsinya sarana pendidikan, kerusakan lingkungan wilayah yang tergenangi, rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon), terhambatnya ruas jalan tol Malang-Surabaya-Banyuwangi yang berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan
industri utama di Jawa Timur. Dimana pencemaran lingkungan ini terdapat pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup.
Lumpur pun berbahaya bagi kesehatan masyarakat yang menjadi korban. Kandungan logam berat seperti air raksa (Hg), misalnya, mencapai 2,565 mg/liter Hg. Padahal baku mutunya hanya 0,002 mg/liter Hg. Hal ini menyebabkan infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit, dan kanker. Kandungan fenol bisa menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal.
Selain perusakan lingkungan dan gangguan kesehatan, dampak sosial banjir lumpur tidak bisa dipandang remeh. Setelah lebih dari 100 hari tidak menunjukkan perbaikan kondisi, baik menyangkut kepedulian pemerintah, terganggunya pendidikan dan sumber penghasilan, ketidakpastian penyelesaian, dan tekanan psikis yang bertubi-tubi, krisis sosial mulai mengemuka. Perpecahan warga mulai muncul menyangkut biaya ganti rugi, teori konspirasi penyuapan oleh Lapindo
3. Ketidakjelasan Penyebab Utama Munculnya Semburan
Ada tiga aspek yang menyebabkan terjadinya semburan lumpur panas tersebut yaitu:
- Aspek teknis. Pada awal tragedi, Lapindo bersembunyi di balik gempa tektonik Yogyakarta yang terjadi pada hari yang sama. Hal ini didukung pendapat yang menyatakan bahwa pemicu semburan lumpur (liquefaction) adalah gempa (sudden cyclic shock) Yogya yang mengakibatkan kerusakan sedimen.
- Aspek ekonomis. Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk BP-MIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi. Saat ini Lapindo memiliki 50 persen participating interest di wilayah Blok Brantas, Jawa Timur. Dalam kasus semburan lumpur panas ini, Lapindo diduga sengaja menghemat biaya operasional dengan tidak memasang casing. Jika dilihat dari perspektif ekonomi, keputusan pemasangan casing berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan Lapindo.
- Aspek politis. Sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC) dari pemerintah, dimana sebagai otoritas penguasa kedaulatan atas sumber daya alam. Poin inilah yang paling penting dalam kasus lumpur panas ini.
- Pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi neoliberal dalam berbagai kebijakannya. Pada hasilnya, seluruh potensi tambang migas dan sumber daya alam (SDA) dijual kepada swasta atau individu (corporate based). Orientasi profit an sich yang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat,bahkan hingga bencana ekosistem
BAB IV
ISI
1. Lemahnya Pemerintah Dalam kasus Lumpur Lapindo
Kekalahan negara dalam kasus Lapindo itu sebenarnya sudah terlihat sejak awal munculnya kasus lumpur Lapindo. Beberapa keputusan pemerintah yang di anggap merugikan Lapindo sering kali dengan mudah diabaikan. Keputusan-keputusan yang merupakan hasil rapat pada 28 Desember 2006, misalnya, Presiden memerintahkan Lapindo menuntaskan tanggung jawab penanganan lumpur panas dengan kewajiban menanggung biaya penanggulangan lumpur sebesar Rp 1,3 triliun. Selain itu, Lapindo harus membayar kompensasi berupa ganti rugi lahan sawah dan rumah rakyat mulai awal Maret 2007.Total kerugian rakyat yang diperkirakan mencapai Rp 2,5 triliun pun harus sudah dibayar 20 persen oleh Lapindo.
Jangankan memenuhi keputusan tersebut, Lapindo justru mengklaim telah mengeluarkan dana untuk mengatasi dampak sosial lebih dari US$ 15 juta. Celakanya, pemerintah SBY-JK menuruti klaim Lapindo tersebut. Bahkan akhirnya pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 14 Tahun 2007, yang merupakan payung hukum bagi Lapindo untuk mendapatkan kemenangan-kemenangan berikutnya.
2. Pemerintah Serius Menangani Kasus Lumpur Lapindo
Pada tanggal 26 September 2011, pemerintah kembali memberi perhatian terhadap penanganan luapan lumpur lapindo di Sidoarjo - Jawa Timur, dengan membahasnya dalam rapat kabinet terbatas yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Kepresidenan, Jakarta. Presiden berjanji untuk meninjau kembali kebijakan pemerintah selama lima tahun terakhir dalam menangani kasus semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo - Jawa Timur.
Pemerintah pusat dan daerah sudah bekerja untuk mengatasi masalah lumpur Lapindo ini. Dalam pengantarnya sebelum rapat, Presiden mengatakan pemerintah harus memikirkan penyelesaian luapan lumpur di Sidoarjo untuk jangka menengah dan panjang. Pemberian bantuan ekonomi dan sosial dilakukan oleh PT. Lapindo yang menyebabkan semburan lumpur. Pemerintah dengan persetujuan DPR akan melakukan pembangunan infrastruktur untuk menunjang kehidupan masyarakat
yang terkena dampak lumpur lapindo. Presiden juga menyampaikan, sampai saat ini semburan lumpur memang belum bisa dihentikan meski pemerintah sudah mendatangkan berbagai macam ahli. Menurut Presiden “Apa yang telah kita lakukan ini dalam tahap tertentu bisa mengatasi masalah meski belum rampung. Kita tinjau kembali apa yang dilakukan perbaikan, agar permasalahan tuntas”. SBY mengklaim selama ini pemerintahannya tidak menelantarkan korban lumpur Lapindo. Pemerintah telah membuka komunikasi kepada masyarakat dan persoalannya masyarakat kerap memiliki keinginan sendiri yang berbeda-beda dalam menuntaskan bencana lumpur tersebut.Pemerintah sangat serius dalam menangani masalah lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Pemasalahan yang kembali terjadi baru-baru ini telah mendapat perhatian khusus pemerintah. Tim diterjunkan untuk melakukan penilaian sehingga bisa di ambil langkah yang tepat. Sebelumnya, pemerintah memastikan penduduk 3 desa yang wilayahnya telah dikosongkan untuk jalur pembuangan lumpur Lapindo ke Sungai Porong-Sidoarjo akan mendapatkan ganti rugi yang akan dibayar pada tahun 2012. Kepastian itu disampaikan oleh Gubernur Jatim Soekarwo setelah rapat yang dipimpin oleh Presiden SBY di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/09), yang membahas soal penanganan luapan lumpur tersebut. Rapat itu juga dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono, Menko Perekonomian Hatta Radjasa, Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, dan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.
Gubernur Soekarwo mengatakan, ia segera melakukan pendekatan kepada warga penduduk 3 desa tersebut dan memberi pengertian kepada penduduk yang telah mengosongkan rumah mereka itu bahwa ganti rugi tanah mereka akan dilunasi pada awal 2012. Pendekatan kepada warga pun akan dilakukan oleh Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dan Wakil Presiden Boediono yang akan bertemu langsung dengan masyarakat (www.politikindonesia.com).
3. Kesejahteraan Umum Menjadi Korban
Dalam mengupayakan benefit yang maksimal bagi pihak-pihak yang terkait, dan pihak yang sedang dirugikan. Dalam bahasa yang sederhana, sebuah keputusan tidak mungkin dapat memuaskan semua pihak. Pihak yang tidak puas yang dalam keputusan yang semestinya berjumlah sedikit. Bukan kerugian atau biaya yang mesti ditanggung pihak yang tidak puas. Dalam kasus lumpur, biaya yang dipikul
oleh pihak yang tidak puas dan ini tidak dapat dikesampingkan. Biaya itu tidak berupa human rights (hak-hak manusia) melainkan sudah basic human rights (hak asasi manusia). Hak untuk memiliki (properti rights) telah dirampas ketika penduduk harus meninggalkan rumah dan harta benda. Hak untuk memiliki kebebasan (liberty) mencari nafkah telah ditindas tatkala para buruh dan petani tidak dapat bekerja karena lahan terendam , pabrik tenggelam dan bangkrut terkena semburan lumpur. Hak hidup (rights to live) telah terampas dengan jatuhnya korban.
Mewujudkan kesejahteraan sosial merupakan tanggung jawab semua elemen dalam masyarakat. Namun, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Pemerintah daerah dihadapkan dengan problem yang tidak hanya kompleks tetapi juga memerlukan solusi yang mendesak untuk dilakukan agar masyarakat dapat keluar dari kesulitan-kesulitan yang dialaminya. Dalam hal ini pemerintah harus memiliki strategi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat. Agar bias menyelesaikan persoalan tersebut, pemerintah juga harus memahami akar persoalan di masyarakat, mengerti aspirasi rakyat serta menemukan formulasi yang relevan untuk menghadapi persoalan sosial tersebut.
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
- Kesejahteraan rakyat korban lumpur Lapindo Brantas masih belum terpenuhi, baik kesejahteraan kehidupan pada umumnya seperti Hak Asasi Manusia,Harta Benda yang telah hilang di rampas luapan lumpur panas,hilangnya lapangan kerja karena pabrik – pabrik di sekitar lokasi kejadian terendam lumpur,dan Hak hidup karena banyak korban yang meninggal akibat bau gas yang di semburkan.
- Pemerintah belum bisa berhasil memfungsikan hukum sebagai alat desak pertanggungjawaban atas bencana lumpur panas Lapindo Brantas. Pemerintah pusat dan daerah sudah bekerja untuk mengatasi masalah lumpur Lapindo ini. Pada tanggal 26 September 2011, pemerintah kembali memberi perhatian terhadap penanganan luapan lumpur lapindo di Sidoarjo - Jawa Timur, dengan membahasnya dalam rapat kabinet.
- Jika dilihat dari sisi etika bisnis, apa yang dilakukan oleh PT. Lapindo Berantas jelas telah melanggar etika dalam berbisnis. Dimana PT. Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana besar yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan sosial. Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT. Lapindo rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Dan keengganan PT.Lapindo untuk bertanggung jawab membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk melindungi aset-aset mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas kerusakan lingkungan dan sosial yang mereka timbulkan.
- Sebaiknya Pemerintah dan pihak – pihak yang terkait memikirkan kesejahteraan warga sekitar dan di selesaikan terlebih dahulu supaya jumlah kemiskinan yang ada di Indonesia ini tidak bertambah.
- Pemerintah harus tegas dan transparan (tidak ada kong kalikong) terhadap perijinan – perijinan yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan khususnya perusahaan MIGAS.
- PT Lapindo Brantas harus memikirkan keamanan pada saat pengeboran yang sudah di tetapkan sesuai standart,sebagai contoh pemasangan cashing.\
- PT Lapindo Brantas harus bisa menerapkan etika bisnis dan diterapkan dalam usaha bukan hanya sebagai sandaran saja atau merupakan hanya ketentuan yang tidak berati. Bahkan dalam etika ini sangat berarti dan perlu diikuti karena merupakan suatu norma-norma atau kaidah yang berlaku, agar terciptanya suatu tata cara yang baik dalam menjalankan suatu bisnis.
- Berharap semoga luapan lumpur tidak di alirkan ke laut,karena saat ini genangan lumpur itu sudah merusak alam,jadi jangan sampai merusak alam lagi (red: laut).
Berikut ini adalah sumber yang saya jadikan referensi untuk membuat makalah ini:
- http://www.antaranews.com/berita/255667/pemerintah-bahas-lagi-penanganan-lumpur-lapindo
- http://agorsiloku.wordpress.com/2006/10/11/tragedi-lumpur-lapindo/
- jurnaldisastrum.files.wordpress.com/2013/02/jd_1.pdf?
- http://korbanlumpur.info/
- http://repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20I.pdf
- http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=26605
- http://www.scribd.com/doc/58000913/Kumpulan-Analisis-Bencana-Lumpur-Lapindo-1-0
- http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo
- http://www.academia.edu/1462842/Kasus_Lapindo_Keterbukaan_Informasi_Pubik_dan_Media_Massa
- http://books.google.co.id - Konspirasi di balik lumpur lapindo
- http://library.um.ac.id
- http://journal.unair.ac.id
No comments:
Post a Comment